apa urgensi dari pendidikan kewarganegaraan?
PPKn
ssmaghfiraah
Pertanyaan
apa urgensi dari pendidikan kewarganegaraan?
1 Jawaban
-
1. Jawaban threenovita1
Istilah Kewarganegaraan memiliki arti keanggotaan yang menunjukkan hubungan atau ikatan antara negara dan warga negara. Kewarganegaraan diartikan segala jenis hubungan dengan suatu negara yang mengakibatkan adanya kewajiban negara itu untuk melindungi orang yang bersangkutan. Adapun menurut Undang-Undang Kewarganegaraan Republik Indonesia, Kewarganegaraan adalah segala hal-ikhwal yang berhubungan dengan negara.
Kewarganegaraan dapat dibedakan dalam dua artian yaitu Kewarganegaraan dalam arti “Yuridis Sosiologis” dan Kewarganegaraan dalam artian “Formil Materil” sebagai berikut:
a. Kewarganegaraan dalam artian “Yuridis - Sosiologis”
1. Kewarganegaraan dalam arti yuridis ditandai dengan adanya ikatan hukum anatara orang-orang dengan negara.
2. Kewarganegaraan dalam arti sosiologis, tidak ditandai dengan ikatan hukum, tetapi dalam ikatan emosionaL, seperti ikartan perasaan, ikatan keturunan, ikatan nasib, ikatan sejarah, dan ikatan tanah air.
b. Kewarganegaraan dalam arti “Formil-Materil”.
1. Kewarganegaraan dalam arti “formil” menunjukkan pada tempat kewarganegaraan itu berdomisili. Dalam sistematika hukum, masalah kewarganegaraan berada pada hukum publik.
2. Kewarganegaraan dalam arti “materil” menunjukkan pada akibat hukum dari status kewarganegaraan, yaitu adanya hak dan kewajiban warga negara.
Jika dikaitkan dengan PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, (SNP) maka Standar isi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah berkontelasi pada pengembangan nilai-nilai keluhuran sebagai berikut:
1. Nilai-nilai cinta tanah air;
2. Kesadaran berbangsa dan bernegara;
3. Keyakinan terhadap Pancasila sebagai ideologi negara;
4. Nilai-nilai demokrasi, hak asasi manusia dan lingkungan hidup;
5. Kerelaan berkorban untuk masyarakat, bangsa, dan negara, serta
6. Kemampuan awal bela negara.
Setiap warganegara hakekatnya dituntut untuk dapat hidup berguna dan bermakna bagi negara dan bangsanya. Untuk itu diperlukan bekal ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) yang berlandaskan pada nilai-nilai agama, moral dan budaya bangsa. Fungsinya adalah sebagai panduan dan pegangan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam konteks Pendidikan Kewarganegaraan nilai budaya bangsa menjadi pijakan utama, karena tujuan pembelajaran ialah untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, juga sikap dan perilaku cinta tanah air yang bersendikan budaya bangsa.
Pendidikan Kewargaan (civic education)sesungguhnya bukanlah agenda baru di muka bumi burung garuda ini. Hanya saja, proses globalisasi yang melanda dunia pada dekade akhir abad ke-20 telah mendorong munculnya pemikiran baru tentang PendidikanKewarganegaraan di berbagai negara. Di Eropa, Dewan Eropa telah memprakarsai proyek demokratisasi untuk menopang pengembangan kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan. Hal yang sama juga terjadi di Australia, Canada, Jepang dan negara Asia lainnya.
Beberapa negara yang lain juga mengembangkan studi sejenis, yang dikenal dengan nama Civic Education. Dari sini terlihat bahwa secara umum pendidikan kewarganegaraan di negara-negara Asia lebih menekankan pada aspek moral (karakter individu), kepentingan komunal, identitas nasional dan perspektif internasional, sedangkan Amerika dan Australia lebih difokuskan pada pentingnya hak dan tanggung jawab individu, sistim dan proses demokrasi, HAM dan ekonomi pasar (Sobirin, 2003:11-12).
Pendidikan Kewarganegaraan sudah ada sejak zaman Presiden Soekarno. Di era Soekarno, pendidikan kewarganegaraan dikenal dengan Pendidikan Civic. Demikian pula masa Presiden Soeharto, pendidikan kewarganegaraan sangat intensif dilakukan dengan bermacam nama dan tingkatan. Sayangnya, pelaksanaan pendidikan kewarganegaraan semasa Orde Baru, seperti Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dan Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), ternyata tidak selamanya sejalan dengan impian luhur kemanusiaan yang terkandung dalam dasar negara Pancasila. Budaya dan praktik penyalahgunaan kekuasaan serta meningkatnya korupsi di kalangan elite politik dan pelaku bisnis sejak masa Orde Baru hingga kini bisa menjadi fakta nyata gagalnya pendidikan kewarganegaraan masa lalu. Hal itu menimbulkan suatu pertanyaan besar, apa ada yang salah dengan Pendidikan Kewarganegaraan di Indoesia? Apakah pendidikan kewarganegaraan hanya sekedar menjadi formalitas belaka yang tidak memiliki nilai apapun di dalamnya? Mengapa nilai urgensitas pendidikan kewarganegaraan menjadi begitu rendah? dan banyak lagi pertanyaan lainnya.