bandingkan gaya kepemimpinan khalifah abu jafar al mansuri dan khalifah harun ar rasyid
Pertanyaan
1 Jawaban
-
1. Jawaban GoblinsBride
Di zaman al-Mansur berawal masa kejayaan dan masa perkembangan ilmu pengetahuan, yang oleh karenanya Daulah Abbasiyah mencapai zaman keemasannya di belakang hari. Di zaman al-Mansur pula berkembang pengaruh Persia secara jelas, sehingga khalifah-khalifah Bani Abbas meniru umat Persia tentang adat istiadat istana bahkan sampai kepada nizam siasat yang terpakai di masa pemerintahan Kisra-kisra Persia. Ada suatu hal yang baru lagi bagi para khalifah Abbasiyah, ialah pemakaian gelar. Abu Ja’far misalnya memakai gelar al-Mansur. Hal tersebut dapat ditelusuri dari lokasi dimana Abbasiyah berkuasa yang bertumpu pada bekas kekuasaan Persia, sehingga model Persia dijadikan acuan bagi pemerintahannya. Antara lain ialah dengan mengatakan bahwa seorang penguasa adalah wakil Tuhan di bumi, tuhan telah memilih mereka sebagai orang kepercayaan-Nya untuk memerintah. Sedangkan menurut Joesoef Sou’yf disebabkan Abu Ja’far senantiasa menang di dalam peperangan baik memadamkan kerusuhan maupun dalam menghadapi serangan imperum Byzantium, maka ia pun digelari al-Mansur yang berarti memperoleh pertolongan dari Allah.
Pada masa al-Mansur pengertian khalifah kembali berubah. Dia berkata “Innama ana Sulthan Allah fi Ardhihi (Sesungguhnya saya adalah kekuasaan Tuhan di buminya).” Dengan demikian konsep khalifah dalam pandangannya dan berlanjut ke generasi selanjutnya yang merupakan mandate dari Allah, bukan dari manusia, bukan pula sekedar pelanjut nabi sebagaimana pada masa khulafaurrasyidin. Hal ini merupakan pengaruh Persia yang menetapkan bahwa raja adalah wakil Tuhan, karena itu dia berhak memerintah, dan rakyat hendaklah setia dan patuh kepadanya.[4]
Setelah diangkat menjadi khalifah, Abu Ja’far al-Mansur segera membuat beberapa perombakan dalam bidang pemerintahan. Dia mulai menerapkan sistem baru. Dia mengangkat seorang wazir yang bertugas sebagai seorang koordinator antar departemen yang ada. Jabatan wazir ini hamper mirip dengan perdana menteri.
Selain itu, Abu Ja’far juga mulai menerapkan tradisi prokoler. Tradisi protokoler ini mirip dengan lembaga sekretariat negara. Lembaga ini bertugas mengatur jadwal pertemuan dengan khalifah. Para tamu yang mau bertemu dengan khalifah harus terlebih dahulu melapor dan menjelaskan keperluannya. Dengan adanya tradisi protokoler ini, para tamu, tidak mudah bertemu dengan khalifah.
sedangkan Harun Ar-Rasyid sendiri banyak dihormati raja-raja Eropa. Mereka saling berkirim surat. Di antara mereka adalah Raja Charle Magne dan Ratu Irene. Bagi orang-orang Eropa, nama Harun Ar-Rasyid beserta Shalahuddin Al-Ayyubi dijajarkan dalam daftar raja-raja terkenal yang pernah ada di dunia ini.Di masa pemerintahannya beliau :
Mewujudkan keamanan, kedamaian serta kesejahteraan rakyat.Membangun kota Baghdad dengan bangunan-bangunan megah.Membangun tempat-tempat peribadatan.Membangun sarana pendidikan, kesehatan, dan perdagangan.Mendirikan Baitul Hikmah, sebagai lembaga penerjemah yang berfungsi sebagai perguruan tinggi, perpustakaan, dan penelitian.Membangun majelis Al-Muzakarah, yakni lembaga pengkajian masalah-masalah keagamaan yang diselenggarakan di rumah-rumah, mesjid-mesjid, dan istana.Era keemasan Islam (The Golden Ages of Islam) tertoreh pada masa ke pemimpinannya. Perhatiannya yang begitu besar terhadap kesejahteraan rakyat serta kesuksesannya mendorong perkembangan ilmu pengetahuan, tekonologi, ekonomi, perdagangan, politik, wilayah kekuasaan, serta peradaban Islam telah membuat Dinasti Abbasiyah menjadi salah satu negara adikuasa dunia di abad ke-8 M.
Harun Ar-Rasyid adalah Amir para Khalifah Abbasiyah. Dia adalah raja agung pada zamannya. Konon, kehebatannya hanya dapat dibandingkan dengan Karel Agung (742 M – 814 M) di Eropa. Pada masa kekuasaannya, Baghdad ibu kota Abbasiyah – menjelma menjadi metropolitan dunia. Jasanya dalam bidang ilmu pengetahuan dan peradaban hingga abad ke-21 masih dirasakan dan dinikmati masyarakat dunia.