jelaskan asal usul musik tanjidor
Seni
yatihayati1
Pertanyaan
jelaskan asal usul musik tanjidor
1 Jawaban
-
1. Jawaban putriCiput11
Mengisahkan tentang bagaimana Tanjidor Group “Tiga Saudara” mampu hidup dalam cepatnya jaman. Langgam Budaya Indonesia mengabadikan bagaimana kelompok tanjidor ini mempersiapkan peralatan dari awal hingga pertunjukan dilakukan.
Sebagaimana kita ketahui, tanjidor sendiri merupakan kesenian asli dari salah satu suku yang hidup di jakarta adalah suku betawi. Kata Betawi berasal dari kata Batavia yang merupakan nama Jakarta terdahulu. Suku Betawi lahir pada tahun 1923 yang diawali dengan pendirian Perkoempoelan Kaoem Betawi. Hal ini diketahui karena semasa penjajahan, Belanda termasuk bangsa yang rajin melakukan sensus, namun pada saat itu keberadaan Suku Betawi masih belum terdaftar di dalam sensus. Ternyata sebenarnya Suku Betawi sudah ada sebelumnya, namun belum terorganisir. Maka dengan ada nya Perkoempoelan Kaoem Betawi, keberadaaan Suku Betawi mulai diakui. Sejak saat itu Kesenian Orkes Tanjidor mulai berkembang seiring dengan eksistensi Perkoempoelan Kaoem Betawi. Suku Betawi adalah perpaduan dari berbagai etnis seperti Jawa, Sunda, Melayu, Sumbawa, Ambon dan Tionghoa. Perpaduan tersebut terlihat jelas dalam dielek Betawi dan berbagai macam kesenian Betawi. Kesenian Betawi antara lain Gambang Kromong, Rebana, Keroncong Tugu dan Tanjidor. Gambang Kromo adalah seni musik yang masih memiliki kaitan dengan tradisi Tiongkok sedangkan Rebana berkaitan dengan seni musik Arab. Keterikatan ini ditunjukkan dalam bentuk instrument music dan nada yang kelurkan oleh instrument music tersebut. Kesenian Portugis adalah latar belakang munculnya Keroncong Tugu.
Tanjidor adalah sejenis orkes rakyat Betawi yang menggunakan alat-alat musik barat terutama alat tiup. Sebagaimana dikemukakan oleh Marta dan Maun, tanjidor adalah sebutan orkes musik tiup Betawi, biasa disingkat tanji. Konon, seni ini berasal dari Belanda dan masuk ke Tanah Betawi di masa VOC. Menurut mereka, fungsi tanjidor biasanya ditanggap untuk memeriahkan acara-acara seperti pesta perkawinan, arak-arakan pengantin sunat, bebesanan, penaikan kelas, pawai hari-hari besar, dan lain sebagainya. Kata tanjidor berasal dari kata Portugis tangedor, yang berarti alat-alat musik berdawai (stringed instruments). Akan tetapi, dalam kenyataannya, nama tanjidor tidak sesuai lagi dengan istilah dari Portugis itu, yang masih sama adalah sistem musik yang digunakan, yaitu sistem diatonik atau dua belas nada berjarak sama (Ensiklopedi Musik Indonesia Seri P-T, 1986: 102).
Mona Lohanda, pengajar di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia yang aktif meneliti tanjidor di era 1980 dan 1990-an mengisahkan, kesenian itu awalnya orkes yang dimainkan pada masa perbudakan. Ahli musik dari Belanda bernama Ernst Heinz (1975) berpendapat bahwa tanjidor berasal dari para budak yang ditugaskan bermain musik untuk tuannya. Begitupun menurut sejarawan Belanda, F. De Haan, bahwa tanjidor berasal dari orkes budak pada masa kompeni. Pendapat tersebut turut ditegaskan oleh Mona Lohanda.
Pada abad ke-18, Kota Batavia dikelilingi benteng tinggi dan tidak banyak tanah lapang. Para pejabat tinggi kompeni membangun vila di luar Kota Batavia. Vila-vila itu terletak di Cililitan Besar, Pondok Gede, Tanjung Timur, Ciseeng, dan Cimanggis. Di vila-vila inilah terdapat budak. Budak-budak itu mempunyai keahlian, di antaranya ada yang mampu memainkan alat musik. Alat musik yang mereka mainkan antara lain klarinet, piston, trombon, tenor, bas trompet, bas drum, tambur, simbal, dan lain-lain. Para budak pemain musik bertugas menghibur tuannya pada saat pesta dan jamuan makan.
Pada tahun 1860, perbudakan dihapuskan. Para budak yang merdeka dan dapat bermain musik pun berinisiatif membentuk perkumpulan musik, yang kemudian perkumpulan musik tersebut masyhur dengan nama Tanjidor. Tanjidor berkembang di daerah pinggiran Jakarta, Depok, Cibinong, Citeureup, Cileungsi, Jonggol, Parung, Bogor, Bekasi dan Tangerang. Di daerah-daerah itu dahulu banyak terdapat perkebunan dan vila milik orang Belanda. Pada umumnya, alat-alat musik dalam orkes tanjidor terdiri dari alat musik tiup, seperti piston (cornet a piston) trombone, tenor, klarinet, bass, dilengkapi dengan alat musik tambur dan gendering (instrumen membranophone). Tanjidor adalah orkes pengiring pawai atau arak-arak pengantin. Lagu-lagu yang biasa dibawakan orkes tanjidor adalah batalion, kramton, dan bananas. Musik tanjidor sangat jelas dipengaruhi musik Belanda. Lagu-lagu yang dibawakan, antara lain berjudul Batalion, Kramton, Bananas, Delsi, Was Tak-tak, Welmes, Cakranegara. Judul-judul lagu itu berbau Belanda, meskipun dengan ucapan Betawi. Lagu-lagu tanjidor bertambah dengan dibawakannya lagu-lagu Betawi, yang biasanya dibawakan dalam gambang kromong, seperti Jali-Jali, Surilang, Sirih Kuning, Kicir-Kicir, Cente Manis, Stambul, dan Persi. Kini, grup tanjidor yang cukup menonjol adalah Putra Mayangsari pimpinan Marta Nyaat di Cijantung, Jakarta Timur dan grup Pusaka pimpinan Said di Jagakarsa, Jakarta Selatan.